BAB I
PENDAHULUAN
PEMBELAJARAN
MEMBACA AL QUR’AN DENGAN METODE AN–NAHDLIYAH DI LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU CABANG TULUNGAGUNG
(Studi Multisitus di TPQ An-Nahd}iyah
MIA dan TPQ An-Nahd}iyah Nurul Islam)
A.
Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat berbagai petunjuk
untuk kehidupan manusia. Di dalamnya termuat ajaran hukum, akidah, etika,
hubungan sosial, dan sebagainya. Keseluruhan isi al-Qur’an pada dasarnya
mengandung beberapa pesan. Pertama, masalah
tauhid, termasuk di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang gaib. Kedua, masalah ibadah, yaitu
kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di
dalam hati dan jiwa. Ketiga, masalah
janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat
baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan
memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, dan ancaman akan mendapat kesengsaraan
dunia akhirat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka. Keempat, jalan menuju kebahagiaan
dunia-akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya
dipenuhi agar dapat mencapai keridhoan Allah. Dan kelima, riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu,
baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan Rasul Allah.[1]
Secara garis besar dari hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya, kandungan al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, hukum-hukum
yang berkenaan dengan i’tiqad (keyakinan) yaitu hukum-hukum yang
berhubungan dengan iman kepada Allah Swt., malaikat-malaikat-Nya, dan
rasul-rasul-Nya. Ini menjadi bidang kajian ilmu kalam. Kedua, hukum-hukum
yang berkenaan dengan akhlak (etika), yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
perilaku hati yang mengajak manusia untuk berakhlak mulia dan berbudi luhur.
Ini menjadi bidang pembahasan ilmu akhlak. Ketiga, hukum-hukum yang
berkenaan dengan amaliyyah (tindakan praktis), yaitu hukum-hukum yang
berhubungan dengan semua tindakan yang dilakukan oleh manusia secara nyata,
meliputi ucapan serta perbuatan yang berhubungan dengan perintah, larangan, dan
penawaran yang terdapat dalam al-Qur’an. Hal ini menjadi pokok bahasan ilmu
fiqh.[2]
Pokok kandungan yang ketiga ini secara dimensional
mencakup pola hubungan vertikal dan horisontal. Amaliyyah yang
berdimensi vertikal adalah amaliyyah yang berkenaan dengan hubungan
hamba dengan Allah Swt. Bentuknya adalah ibadah. Bentuk ibadah bermacam-macam.
Ada yang berbentuk ibadah mahdlah, seperti shalat dan puasa. Ada yang
berbentuk ghairu mahdlah yang juga mengandung unsur mâliyyah-ijtimâ’iyyah
(sosial-kebendaan) seperti zakat dan juga badaniyyah-ijtimâ’iyyah (sosial-jasmani)
sebagaimana haji. Keempat jenis ibadah ini (shalat, puasa, zakat dan haji)
dijadikan sebagai dasar Islam setelah iman. Adapun amaliyyah yang
berdimensi horisontal adalah amaliyyah yang berkenaan dengan hubungan
antar hamba satu dengan yang lainnya. Amaliyyah jenis ini dapat
diklasifikasikan menjadi empat macam; (1) aturan syari’at yang berorientasi
perluasan dan pengamanan dakwah Islam, yaitu jihâd. (2) aturat syari’at
yang berorientasi membangun tatanan rumah tangga sebagaimana hal ihwal perkawinan,
talak, nasab, pembagian harta pusaka dan lain sebagainya. (3) aturan yang
berorientasi pada regulasi hubungan antar manusia seperti jual beli, persewaan
dan lain sebagainya yang dikenal dengan mu’amalah (transaksi). (4)
aturan atau undang-undang yang memuat sanksi atas tindak kejahatan. Hal ini
diterapkan dalam qishâsh dan had.[3]
Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an turun dengan
memiliki beberapa fungsi. Pertama,
bukti kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya. Kedua, petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh
manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan. Ketiga,
petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma
keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara
individual dan kolektif. Keempat,
petunjuk syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang
harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia.
Atau dengan kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan
yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4]
Berdasarkan paparan di atas jelas dapat kita pahami bahwa
kandungan al-Qur’an dan juga fungsinya sedemikian luas. Dengan kandungan dan
fungsi tersebut, kita sebagai umat Islam dapat mendayagunakannya sebagai
petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Menyimak paparan di atas terlihat bahwa al-Qur’an
memiliki peranan penting dalam kehidupan umat Islam. Ia menjadi rujukan pada
semua persoalan kehidupan, mulai persoalan yang bersifat teori sampai praktik.
Untuk memahami kandungan al-Qur’an sehingga dapat digunakan sebagai rujukan
dalam kehidupan, syarat yang utama adalah mampu membacanya. Lewat membaca
secara khusyuk dan didasari oleh keimanan, seorang muslim dapat mulai memahami
maksud dan kandungan al-Qur’an.
Persoalannya, memahami al-Qur’an tidak mudah untuk
dilakukan. Tidak semua orang mampu melakukannya. Membaca al-Qur’an membutuhkan
proses pembelajaran secara tekun. Banyak orang yang belajar membaca al-Qur’an
tetapi karena metode yang kurang tepat, hasilnya juga kurang memuaskan.
Pentingnya
belajar membaca al-Qur’an ini sesuai dengan ayat pertama al-Qur’an:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS al-’Alaq [96]: 1-5).
Surat pertama al-Qur’an tersebut dengan sangat jelas
memerintahkan membaca. Membaca merupakan kegiatan yang tidak sekedar melihat
deretan huruf semata. Menurut Tarigan,
membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memeroleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
kata-kata/bahasa tulis. Hal ini dilakukan agar kelompok kata yang merupakan
suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna
kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak
terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan dapat
tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.[5]
Pengertian membaca yang dirumuskan antara satu ahli
dengan ahli lainnya memang tidak sama. Tetapi secara substansial, rumusan
tersebut bermuara pada hal yang sama, yaitu bagaimana menelaah kata-kata
tertulis dalam sebuah teks. Membaca sendiri ada yang sebatas membaca, ada yang
sampai pada taraf memahami, dan ada juga yang sampai pada taraf menggali makna
dan membangun pengertian baru.
Bagi umat Islam, membaca yang memiliki nilai paling
penting dalam kehidupannya adalah membaca al-Qur’an. Membaca al-Qur’an memiliki
banyak sekali manfaat. Umat Islam yang mentradisikan membaca al-Qur’an akan
dapat memetik banyak manfaat. Salah satunya, al-Qur’an merupakan penawar (obat) bagi penyembuhan
penyakit rohani. Hal ini ditegaskan dalam surat al-Isra>’ ayat 82:
ãAÍit\çRur z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# $tB uqèd Öä!$xÿÏ© ×puH÷quur tûüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 wur ßÌt tûüÏJÎ=»©à9$# wÎ) #Y$|¡yz
”Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar (obat) dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidak akan menambah
kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian ”.[6]
Pentingnya mempelajari
al-Qur’an juga terdapat dalam al-Qur’an sendiri. Jika kita mengikuti bimbingan dari selain-Nya, meski
bimbingan itu diikuti oleh kebanyakan orang, maka kita akan menemui kegagalan
dalam proses belajar, bahkan hasil pembelajaran itu akan merugikan dan merusak
kehidupan, tidak saja kehidupan kita sendiri tetapi juga kehidupan masyarakat
sekitar. Hal ini sesuai dengan firman Alloh dalam surat QS. Al An’am [6] ayat 116-117)
ôìÎ7¨?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) `ÏB Îi/¢ ( Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÊÉÏÈ
öqs9ur uä!$x© ª!$# !$tB (#qä.uõ°r& 3 $tBur y7»oYù=yèy_ öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ( !$tBur |MRr& NÍkön=tã 9@Ï.uqÎ/ ÇÊÉÐÈ
“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu tidak ada Tuhan
selain dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.dan kalau Allah
menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya). dan Kami tidak menjadikan
kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi
mereka”.
Proses pembelajaran
al-Qur’an yang efektif harus merujuk kembali kepada tujuan belajar al-Qur’an,
seperti yang tersebut dalam QS. Asy-Syu’a>ra’ [26] ayat 192-195
dan al-M>a>idah [5] ayat 16, yaitu agar kita dapat berpartisipasi
dalam menata dan membimbing kehidupan semesta. Konsekuensinya, sudah
sepantasnya kita membiarkan Allah yang menjadi Pembimbing dalam upaya kita
memahami bagaimana kehidupan semesta ini harus ditata sesuai dengan kehendak
Penciptanya.
Sebagai suatu komponen
proses pembelajaran, tujuan pembelajaran menduduki posisi penting di antara
komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh
kegiatan pembelajaran dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk
pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak
relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan
salah, sehingga harus dicegah terjadinya.
Dengan demikian, model pembelajaran dan pendidikan keagamaan harus
dirumuskan sesuai dengan realitas yang ada. Memiliki kemampuan membaca
al-Qur’an secara baik sesuai dengan kaidah tajwid merupakan tujuan penting
membaca al-Qur’an. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode yang tepat.
Tujuan yang bagus tanpa diikuti metode yang baik akan sulit tercapai. Karena itu, metode yang baik menjadi salah satu sarana
tercapainya tujuan.
Realitas di masyarakat
menunjukkan bahwa menguasai al-Qur’an membutuhkan proses yang tidak singkat.
Dibutuhkan waktu yang lama, bahkan bertahun-tahun agar seseorang bisa membaca
al-Qur’an. Kondisi semacam ini telah menumbuhkan inisiatif dan pemikiran dari
para ulama untuk menciptakan sebuah metode yang dapat mempercepat proses
penguasaan membaca al-Qur’an.
Salah satu metode tersebut
adalah metode an-Nahd}iyah.
Metode ini lahir dari Lembaga Pendidikan Ma’arif
NU Tulungagung bersama dengan para kyai dan para ahli di bidang pengajaran al-Qur’an. Metode tersebut diberi nama ”Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an An-Nahd}iyah”. Lahirnya metode tersebut didasari oleh beberapa pertimbangan. Pertama , kebutuhan terhadap metode yang cepat dapat diserap oleh
anak dalam belajar membaca al-Qur’an sangat dibutuhkan karena padatnya acara yang
dimiliki oleh hampir setiap anak yang
sedang menempuh jenjang pendidikan sekolah. Kedua, kebututuhan terhadap pola pembelajaran yang berciri khas Nahd}iyin
dengan menggabungkan nilai salaf dan metode pembelajaran modern. Ketiga, pembelajaran di TPQ terkait dengan pembelajaran pasca
TPQ (Madrasah Diniyah) sehingga keberhasilan di TPQ akan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan di Madrasah Diniyah.
Metode an-Nahd}iyah adalah bagian dari metode pembelajaran al-qur’an dan
sebagai bagian dari metode islam , terbukti bahwa metode an-Nahd}iyah berkembang pesat dan diterapkan di berbagai daerah.
Tidak hanya di Kabupaten Tulungagung saja, tetapi juga kabupaten-kabupaten
lainnya, baik di Jawa maupun luar Jawa. Hal ini merupakan fenomena yang menarik
karena metode yang lahir dari Tulungagung ini telah mengantarkan banyak orang
untuk bisa membaca al-Qur’an dengan cepat. Berangkat dari fenomena ini, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang
pembelajaran membaca al Qur’an dengan Methode an-Nahd}iyah di Lembaga Pendidikan
Ma’arif Nu Cabang Tulungagung .
B.
Fokus
Masalah
Mengacu pada latar belakang
masalah sebagaimana dipaparkan tersebut di atas, maka fokus masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana
proses perencanaan pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ MIA
dan TPQ Nurul Islam?
2.
Bagaimana
proses pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ
MIA dan TPQ Nurul Islam?
3.
Bagaimana
proses evaluasi pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ MIA
dan TPQ Nurul Islam?
C.
Tujuan
Penelitihan
Berdasarkan fokus penelitihan tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui proses perencanaan pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ MIA
dan TPQ Nurul Islam.
2.
Untuk
mengetahui proses pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ MIA
dan TPQ Nurul Islam.
3.
Untuk
mengetahui proses evaluasi pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ MIA
dan TPQ Nurul Islam.
D.
Kegunaan
Penelitihan
Hasil penelitihan ini diharapkan memberikan kegunaan atau
manfaat sebagai berikut :
1.
Teoritis
Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan secara
teoritis metode Cepat Tanggap
Belajar al-Qur’an an-Nahd}iyah agar dapat
menjadi lebih baik dengan berdasarkan pada implementasinya di lapangan.
2.
Praktis.
a.
Bagi
Majelis Pembina TPQ an-Nahd}iyah dan
Pimpinan Cabang Lembaga Pendidikan
Ma’arif NU Tulungagung dapat menambah wawasan dalam upaya penggalian sejarah Metode
Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an an-Nahd}iyah .
b.
Bagi Para
pengurus Koordinator Kecamatan (Kortan) se-Kabupaten Tulungagung untuk menambah
wawasan berpikir dan mengembangkan pengelolaan Taman Pendidikan al-Qur’an (
TPQ), khususnya yang bernaung di bawah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU.
c.
Bagi para
guru/ustadz yang mengajar TPQ dengan menggunakan Metode Cepat Tanggap Belajar
Al-Qur’an an-Nahd}iyah untuk
senantiasa menyadari pentingnya peningkatan kompetensi dan semangat mengajar
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
d.
Bagi
Peneliti untuk menambah wawasan tentang pembelajaran membaca
al-Qur’an dengan menggunakan Metode
Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an an-Nahd}iyah dan
sejarah pengembangannya.
e.
Bagi kaum
Muslimin untuk mengenal peran para tokoh yang terlibat dalam perintisan munculnya Metode Cepat Tanggap
Belajar al-Qur’an an-Nahd}iyah.
E.
Penegasan
Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari
kemungkinan terjadinya salah paham dalam tesis dengan judul “Pembelajaran
Membaca al-Qur’an dengan Metode an-Nahd}iyah di Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU Cabang Tulungagung (Studi Multisitus di TPQ an-Nahd}iyah MIA dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul
Islam)”, perlu kiranya penulis memberikan penegasan istilah sebagai berikut:
1.
Koseptual
a.
Pembelajaran
al-Qur’an
merupakan rangkaian dari dua kata, yaitu kata
pembelajaran dan al-Qur’an. Pembelajaran terdiri dari kata belajar yang
mendapat awalan “pem” dan akhiran “an”. Definisi belajar yang dirumuskan para ahli
bermacam-macam. Walker dalam bukunya, Conditioning
and Instrumental Learning ( 1976 ) mengemukakan arti belajar dengan
kata-kata yang singkat, yakni perubahan – perubahan sebagai akibat dari
pengalaman . C.T. Morgan dalam Introduction
to Psychology ( 1961 ) merumuskan belajar sebagai satu perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman
yang lalu. Crow & Crow (1985) menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh
kebiasaan–kebiasaan pengetahuan dan sikap yang dapat memuaskan minat individu
untuk mencapai tujuan. Efendi dan Praja ( 1993 ) belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman, merupakan proses kegiatan dan bukan
tujuan.[7] Dengan
kata lain, belajar adalah suatu proses untuk mengubah performasi yang tidak
terbatas pada ketrampilan saja, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi seperti
skill, persepsi, emosi, dan proses berpikir sehingga dapat menghasilkan
perbaikan performasi.[8]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu perubahan atau trasformasi yang terjadi dalam proses
mental yang diperoleh melalui praktik atau latihan yang dapat menunjang
perubahan tingkah laku. Perubahan
tersebut diperoleh melalui atau usaha memperoleh pengetahuan, pengertian, dan
ketrampilan tertentu sehingga terjadi perubahan atau peningkatan pada aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Sementara pembelajaran, ditinjau dari asal katanya adalah
terjemahan dari bahasa Inggris “instruction”. Dalam cakupan maknanya,
kata pembelajaran lebih luas dari mengajar, bahkan mengajar termasuk dalam
aktifitas pembelajaran. Dengan pengertian ini, dapat dibedakan dengan jelas
antara belajar mengajar dengan pembelajaran. Istilah pembelajaran ini banyak
dipengaruhi oleh Psikologi
Kognitif-Wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang
diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai
macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan
lain sebagainya sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru
dalam mengelola proses belajar mengajar, dan guru sebagai sumber belajar
menjadi guru sebagai fasilitator dalam mengajar.[9]
Dalam proses pembelajaran, guru melakukan kegiatan yang
membawa anak didik ke arah tujuan. Dalam kerangka itu, siswa atau
santri melakukan serangkaian kegiatan yang disediakan guru atau ustadz-ustadzah,
yaitu kegiatan yang terarah pada tujuan yang akan dicapai. Dengan kata lain,
kegiatan guru atau ustadz-ustadzah dengan kegiatan siswa atau santri adalah sejalan
dan terarah.
Sedangkan al-Qur’an berasal dari kata qira’ah, yaitu
akar kata (masdar-infinitif) dari qara’a, qira’atan
wa qur’anan. Allah menjelaskan dalam Surat al-Qiya>mah: 17-18:
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.
Secara khusus, al-Qur’an manjadi nama bagi sebuah kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhamad Saw. Para
ulama menyebutkan definisi yang khusus, yaitu al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang membacanya merupakan suatu
ibadah.[10]
Sedangkan metode
merupakan sebuah cara untuk menganalis sebuah persoalan.[11] Metode pendidikan
diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan
perkembangan seseorang, khususnya proses belajar mengajar.[12]
Istilah an-Nahd}iyah diambil
dari sebuah organisasi sosial keagamaan
terbesar di Indonesia, yaitu Nahd}atul Ulama’, artinya kebangkitan
ulama’. Dari kata Nahd}atul Ulama’ inilah kemudian dikembangkan menjadi metode pembelajaran
membaca al-Qur’an, yang diberi nama “Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an an-Nahd}iyah.[13]
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU merupakan Badan Otonomi NU yang menangani bidang pendidikan, baik pendidikan
formal maupun non-formal. Termasuk pendidikan formal adalah MI/SD, MTs , MA/SMA yang
bernaung di bawab panji NU. Adapun pendidikan non-formal meliputi
TPQ, Madrasah Diniyah, dan Pondok
Pesantren.
2.
Operasional
Pembelajaran al-Qur’an
dengan Metode an-Nahd}iyah merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang di bidang
al-Qur’an untuk mempengaruhi para santri agar melakukan aktivitas belajar
dengan menggunakan Metode Cepat Tanggap Belajar al-Qur’an an-Nahd}iyah.
F.
Penelitihan
Terdahulu Yang Relevan.
Sebuah penelitian
membutuhkan referensi dari penelitian sebelumnya. Hal tersebut digunakan guna
mencari titik terang sebuah fenomena sebuah kasus tertentu. Kajian terdahulu
tersebut sebagai landasan berfikir agar peneliti memiliki rambu-rambu penentu
arah yang jelas sehingga penelitian yang terbaru memiliki kedudukan yang jelas
dibanding dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang baru sifatnya
mendukung, menolak atau memiliki sudut pandang yang berlainan dengan penelitian
sebelumnya. Sebagai bahan pertimbangan penulis memaparkan beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kependidikan agama khususnya dalam
bidang al-Qur’an.
1.
Penelitian oleh Masfaful Aufa: “Kreativitas
Ustadz-Ustadzah dalam Pembelajaran Al-Qur’an di Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA) Al-Ikhlas Samirono Catur Tunggal Dedok Sleman Yogyakarta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran di TPA Al-Ikhlas menggunakan
Metode Iqra’ karangan Ustadz As’ad Hummam. Kurikulum yang digunakan berasal
dari AMM Kotagede yang telah dimodifikasi oleh ustadz-ustadzah TPA Al-Ikhlas.
Bentuk kreativitas ustadz-ustadzah dapat dikategorikan ke dalam tiga
hal, yaitu: tentang mendesain materi pembelajaran, penggunaan strategi, dan pelaksanaan
evaluasi.
2.
Penelitian
oleh Siti Nurhasanah (2010) yang berjudul, “Metode Active Learning dalam
Pembelajaran Al-Qur’an Hadits Bagi Siswa Kelas VIII MTsN Lab. di UIN Yogyakarta”.
Hasil dari penelitian ini adalah: (a) Metode active learning yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an di
kelas VIII MTsN Lab. UIN Yogyakarta adalah metode diskusi, metode tanya jawab,
metode resitasi, dan tugas belajar. (b) Pelaksanaan dari metode active learning kurang maksimal disebabkan oleh metode active learning digunakan secara campur dan guru
mempunyai persepsi yang berbeda berkenaan dalam menerapkan metode. (3) Adapun kendala yang
dihadapi: (a) Guru kurang maksimal dalam menerapkan metode yang ada. (b) Lingkungan sekolah yang
kurang kondusif karena adanya suara gaduh yang ditimbulkan dari kereta api dan
kapal terbang yang berlalu-lalang serta kurangnya fasilitas, media atau alat
bantu dalam pelaksanaan metode active
learning. (c) Latar belakang kondisi keluarga dan masyarakat siswa yang
kurang mendukung dan tidak adanya kerjasama antara pihak sekolah dengan
lingkungan sekitar siswa atau langsung dengan wali murid. Padahal siswa lebih
banyak menghabiskan waktu di luar sekolah.
3.
Penelitian
oleh Badri (2010) yang berjudul, “Peran K.H. Munawir Cholid dalam Pengembangan
Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an An-Nahdliyah di Tulungagung”.
Penelitihan ini menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, K.H. Munawir
Cholid dalam merupakan perintis, pemrakarsa, sekaligus penggagas TPQ (Taman
Pendidikan Al-Qur’an) an-Nahd}iyah dan Metode
Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an an-Nahd}iyah. Kedua,
Pengembangan materi yang dilakukan
adalah: (a) Menyusun Buku TPQ an-Nahd}iyah. (b) Melengkapi
buku pedoman pengelolaan. (c) Mengurus Hak Cipta.
4.
Penelitihan
Rani Syukron (2011), “Strategi Santri Dalam Proses Tahfidz al-Quran di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien (PPHM)
Putra dan Asrama Putri Sunan Pandanaran Ngunut Tulungagung”. Penelitian ini menemukan bahwa hingga dewasa ini
pesantren telah memberikan kontribusi penting dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional, di antaranya: (a) Internalisasi nilai. (b) Kearifan. (c) akhlaq al-karimah. (d) budi
luhur. Keberadaan pesantren sebagai
lembaga pendidikan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
Berdasarkan penelusuran hasil penelitian di atas, belum
terdapat penelitian mengenai pembelajaran
membaca
al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah. Keaslian
penelitian ini adalah menekankan pada perencanaan pembelajaran membaca
al-Qur’an , proses pembelajaran
membaca al-Qur’an dan proses evaluasi pembelajaran membaca al-Qur’an
dengan metode an-Nahd}iyah di TPQ
MIA dan TPQ Nurul Islam.
Fokus pada pembelajaran membaca al-Qur’an ini peneliti menganggap penting karena
berdasarkan beberapa penelitian tersebut terungkap bahwa tercapai atau tidaknya
tujuan dalam membaca al-Qur’an 30 juz, menjaga dan mengamalkannya (al-Qur’an)
sangat tergantung pada upaya pembelajaran al-Qur’an yang di lakukan oleh ustadz/guru untuk mencapai tujuan tersebut.
G. Metode Penelitian
1.
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Berdasarkan fokus dan
tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan kajian yang mendalam guna
memperoleh data yang lengkap dan terperinci. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mendalam mengenai pembelajaran membaca
al Qur’an dengan methode cepat tanggap belajar al-Qur’an an-Nahd}iyah dengan
pendekatan kualitatif.[14]
Pendekatan kualitatif menurut Best, seperti yang dikutip Sukardi adalah metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai
dengan apa adanya.[15]
Demikian juga Prasetya mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menjelaskan fakta apa adanya.[16]
Pendekatan kualitatif
dipilih, karena pendekatan kualitatif mampu mendeskripsikan sekaligus memahami
makna yang mendasari tingkah laku partisipan, mendiskripsikan latar dan
interaksi yang kompleks, eksplorasi untuk mengidentifikasi tipe-tipe informasi,
dan mendeskripsikan fenomena.[17]
Hal ini didukung oleh Mantja, sebagaimana dikutip Moleong, yang menyatakan
bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Merupakan
tradisi Jerman yang berlandaskan idealisme, humanisme, dan kulturalisme; 2)
penelitian ini dapat menghasilkan teori, mengembangkan pemahaman, dan
menjelaskan realita yang kompleks; 3) Bersifat dengan pendekatan
induktif-deskriptif; 4) memerlukan waktu yang panjang; 5) Datanya berupa
deskripsi, dokumen, catatan lapangan, foto, dan gambar; 6) Informannya “Maximum Variety”; 7) berorientasi pada
proses; 8) Penelitiannya berkonteks mikro.[18]
Peneliti menerapkan
pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa pertimbangan: Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[19]
Dengan demikian, peneliti dapat memilah-milah sesuai fokus penelitian yang
telah disusun, peneliti juga dapat mengenal lebih dekat dan menjalin hubungan
baik dengan subjek (responden) serta peneliti berusaha memahami keadaan subjek
dan senantiasa berhati-hati dalam penggalian informasi subjek sehingga subjek
tidak merasa terbebani.
Jika dilihat dari lokasi
penelitiannya, maka jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field
research). Menurut Suryasubrata, penelitian lapangan bertujuan
"mempelajari secara intensif latar belakang, keadaan sekarang, dan
interaksi lingkungan suatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga atau
masyarakat".[20]
Penelitian yang dilakukan ini adalah merupakan penelitian lapangan, karena
penelitian ini memang dilaksanakan di dua lokasi, yaitu TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul
Islam .
Jenis penelitian ini
menggunakan rancangan studi kasus, yaitu berusaha mendeskripsikan suatu latar,
objek atau peristiwa tertentu secara rinci dan mendalam. Studi kasus adalah
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit
sosial tertentu, yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.[21]
Penelitian ini akan menghasilkan informasi yang detail yang mungkin tidak bisa
didapatkan pada jenis penelitian lain
Selanjutnya peneliti
menggunakan jenis penelitian studi multi kasus (multi-case studies),
yang mana penggunaan metode ini karena sebuah inquiry secara empiris yang menginvestigasi fenomena sementara
dalam konteks kehidupan nyata (real life context), ketika batas antara
fenomena dan konteks tidak tampak secara jelas; dan sumber-sumber fakta ganda
yang digunakan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Bogdan dan Biklen bahwa:
“when research study two or more subjects, setting or
depositories of data they are usually doing what we call muti-case studies.
Multi-case studies take a variety of forms. Some start as a single case only to
have the original work serve as the first in series of studies or as the pilot
for a multi-case study. Other studies are primarily single-case studies but
include less intense, less extensive observations at other sites for the
purpose of addressing the question of generalizability. Other researchers do
comparative case studies. Two or more case studies are done and then compared
and contrasted.”[22]
Dalam penjelasan lain
mengatakan bahwa studi kasus adalah studi yang akan melibatkan kita (peneliti)
dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh
terhadap tingkah laku seseorang individu. Penelitian terhadap latar belakang
dan kondisi dari individu, kelompok, atau komunitas tertentu dengan tujuan
untuk memberikan gambaran lengkap mengenai subjek atau kejadian yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisme, lembaga, atau gejala tertentu.[23]
Studi kasus adalah suatu inquiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak
tampak dengan tegas dan multi sumber bukti dimanfaatkan.[24]
Sebagai penelitian studi
multi kasus, maka langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1) melakukan pengumpulan data pada kasus pertama, yaitu
TPQ an-Nahd}iyah MIA (
Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan.
Penelitian ini dilakukan sampai pada tingkat kejenuhan data; 2) melakukan
pengumpulan data pada kasus kedua, yaitu TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam.
2.
Lokasi
Penelitian
Dalam penelitian ini,
peneliti mengambil dua lokasi, lokasi penelitian yang pertama adalah TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam .
TPQ an-Nahd}iyah MIA yang beralamat
di Desa Gedangsewu Kecamatan Boyolangu tepatnya berada di lokasi Pondok
Pesantren MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ). Sedangkan lokasi yang kedua
adalah TPQ an-Nahd}iyah Nurul
Islam yang beralamat di Desa Jabalsari Kec. Sumbergempol Tulungagung.
Peneliti
mengambil kedua
lokasi tersebut karena pemilihan
dan penentuan lokasi tersebut
dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan atas dasar kekhasan, kemenarikan,
keunikan dan sesuai dengan topik dalam penelitian ini. Adapun beberapa alasan
yang cukup signifikan mengapa penelitian ini dilaksanakan pada kedua lembaga
tersebut tersebut adalah alasan yang berkenaan dengan lokasi penelitian dan
alasan yang bersifat substantif penelitian.
Lokasi
menunjukkan data-data yang unik dan menarik untuk diteliti jika dianalisis
dengan perkembangan kedua lembaga tersebut sampai sekarang, yaitu:
a.
Kedua lembaga TPQ tersebut
merupakan lembaga pendidikan yang cukup mempunyai nama dan image di
masyarakat Tulungagung.
b.
Kedua lembaga TPQ tersebut
merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai prestasi dan mutu yang cukup
gemilang di kabupaten Tulungagung, terbukti dengan adanya prestasi yang bagus.
c.
Kedua lembaga TPQ tersebut
merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan metode an-Nahd}iyah dan nilai-nilai agama dalam
melaksanakan pendidikan.
Demikianlah alasan yang peneliti kemukakan sehingga kedua lembaga
TPQ tersebut yang menurut peneliti unik
dan menarik untuk diteliti.
3.
Kehadiran
Peneliti
Untuk memperoleh data sebanyak mungkin,
detail dan juga orisinil maka selama penelitian di lapangan, peneliti sendiri
atau dengan bantuan orang lain merupakan alat atau instrumen pengumpul data
utama. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus
pengumpul data, karena dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah
manusia.[25] Dalam rangka mencapai tujuan penelitian maka
peneliti di sini sebagai instrumen kunci. Peneliti akan melakukan obsevasi,
wawancara dan pengambilan dokumen.
Untuk mendukung pengumpulan
data dari sumber yang ada di lapangan, peneliti juga memanfaatkan buku tulis,
paper dan juga alat tulis seperti pensil juga bolpoin sebagai alat pencatat
data. Kehadiran peneliti di lokasi penelitian dapat menunjang keabsahan data
sehingga data yang didapat memenuhi orisinalitas. Maka dari itu, peneliti
selalu menyempatkan waktu untuk mengadakan observasi langsung ke lokasi
penelitian, dengan intensitas yang cukup tinggi.
4.
Data dan
Sumber data
Data dalam penelitian ini
berarti informasi atau fakta yang diperoleh melalui pengamatan atau penelitian
di lapangan yang bisa dianalisis dalam rangka memahami sebuah fenomena atau
untuk mensuport sebuah teori.[26]
Dalam penelitian kualitatif data disajikan berupa uraian yang berbentuk
deskripsi. Untuk mendapatkan data tersebut peneliti perlu menentukan sumber
data dengan baik, karena data tidak akan diperoleh tanpa adanya sumber data.
Pengambilan data dalam penelitian ini dengan cara snowball sampling yaitu informan kunci akan menunjuk orang-orang
yang mengetahui masalah yang akan diteliti untuk melengkapi keterangannya dan
orang-orang yang ditunjuk dan menunjuk orang lain bila keterangan kurang
memadai begitu seterusnya.[27]
Pemilihan dan penentuan
jumlah sumber data tidak hanya didasarkan pada banyaknya informan, tetapi lebih
dipentingkan pada pemenuhan kebutuhan data. Sehingga sumber data di lapangan
bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.
Kelompok sumber data dalam
penelitian kualitatif dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Narasumber
(informan)
Dalam penelitian
kualitatif, posisi narasumber sangat penting sebagai individu yang memiliki
informasi. Peneliti dan narasumber memiliki posisi yang sama, dan narasumber
bukan sekedar memberikan tanggapan yang diminta peneliti, tetapi bisa memilih
arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini,
sumber data yang berupa manusia lebih tepat disebut sebagai informan.[28]
b.
Peristiwa
atau aktivitas
Peristiwa digunakan
peneliti untuk mengetahui proses bagaimana sesuatu secara lebih pasti karena
menyaksikan sendiri secara langsung. Contohnya jalannya perkuliahan,
program-program yang dijalankan, dan lain-lain. Di sini peneliti akan melihat
secara langsung peristiwa yang terjadi terkait dengan pembelajaran Al –
Qur’an di kedua lokasi tersebut , TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam .
c.
Dokumen
atau arsip
Dokumen merupakan bahan
tertulis atau benda yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas
tertentu. Dokumen dalam penelitian ini bisa berupa catatan tertulis, rekaman,
gambar atau benda yang berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan pembelajaran
Al-Qur’an di TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam .
5.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian
selalu terjadi pengumpulan data. Terdapat berbagai jenis teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data disesuaikan dengan sifat penelitian yang dilakukan.
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Wawancara Mendalam
Sumber data yang sangat
penting dalam penelitian kualitatif adalah yang berupa manusia yang dalam
posisi sebagai nara sumber atau informan. Untuk mengumpulkan informasi dari
sumber data ini diperlukan teknik wawancara.[29]
Wawancara ini dilakukan
utuk memperoleh data yang berupa konstruksi tentang orang, kejadian, aktifitas
organisasi, perasaan motivasi, dan pengakuan.[30]
Wawancara mendalam adalah percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu
dalam hal ini antara peneliti dengan informan, dimana percakapan yang dimaksud
tidak sekedar menjawab pertanyaan dan mengetes hipotesis yang menilai sebagai
istilah percakapan dalam pengertian
sehari-hari, melainkan suatu percakapan yang mendalam untuk mendalami
pengalaman dan makana dari pengalaman tersebut.
Dalam wawancara ini
peneliti terlebih dahulu menyiapkan siapa yang akan diwawancarai dan menyiapkan
materi yang terkait dengan manajemen personalia. Oleh karena itu sebelum
dilakukan wawancara, garis besar pertanyaan harus sesuai dengan penggalian data
dan kepada siapa wawancara itu dilaksanankan. Di sela percakapan itu diselipkan
pertanyaan pancingan dengan tujuan untuk menggali lebih dalam lagi tentang
hal-hal yang diperlukan.
Melakukan wawancara,
disediakan perekam suara bila diizinkan oleh informan, tetapi jika tidak
diizinkan peneliti akan mencatat kemudian menyimpulkannya. Sering dialami bahwa
ketika dipadukan dengan informasi yang diperoleh dari informan lain, sering
bertentangan satu dengan yang lain. Sehingga data yang menunjukkan
ketidaksesuaian itu hendaknya dilacak kembali kepada subyek terdahulu untuk
mendapatkan kebenaran atau keabsahan data. Dengan demikian wawancara tidak
cukup dilakukan hanya sekali.
Pihak yang akan
diwawancarai antara lain kepala TPQ, guru-guru dan tenaga kependidikan, serta
semua orang yang terkait dengan pembelajaran membaca al-Qur’an dalam meningkatkan mutu di TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam .
b.
Observasi
Partisipan
Observasi dilakukan untuk
menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta
rekaman dan gambar.[31]
Dalam penelitian ini dilaksanakan dengan teknik (participant observation), yaitu dilakukan dengan cara peneliti
melibatkan diri atau berinteraksi pada kegiatan yang dilakukan oeh subyek
penelitian dalam lingkungannya, selain itu juga mengumpulkan data secara
sistematik dalam bentuk catatan lapangan.[32]
Teknik inilah yang disebut teknik observasi partisipan.
Dalam penelitian ini,
peneliti akan datang langsung ke TPQ an-Nahd}iyah MIA (
Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) yang dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam untuk melihat peristiwa ataupun mengamati data
, serta mengambil dokumentasi dari tempat atau lokasi peneltian yang terkait
pembelajaran membaca al-Qur’an dalam
meningkatkan mutu di TPQ an-Nahd}iyah MIA (
Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul
Islam . Jadi posisi peneliti sebagai observer
aktif ataupun pasif.
c.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data dari sunber-sumber non-insani.[33]
Dalam penelitian ini peneliti mengambil data berupa catatan, transkrip, buku,
agenda, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk lebih meyakinkan akan kebenaran
objek yang akan diteliti.
Peneliti akan melakukan
pencatatan dengan lengkap dan cepat setelah data terkumpul, agar terhindar dari
kemungkinan hilangnya data. Karena itu pengumpulan data dilakukan secara
terus-menerus dan baru berakhir apabila terjadi kejenuhan, yaitu dengan tidak
ditemukannya data baru dalam penelitian. Dengan demikian dianggap telah diperoleh
pemahaman yang mendalam terhadap kajian ini.
Setiap metode memiliki
kelebihan dan kelemahan, sehingga peneliti menggunakan ketiga metode yaitu
wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi agar saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini bertujuan agar
data yang diperoleh menghasilkan temuan yang valid dan reliabel.
6.
Teknik
Analisis Data
Analisis data menurut
Moleong adalah “proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola
kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data”.[34]
Sementara itu Bogdan dan Biklen mengemukakan, bahwa analisis data adalah proses
pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatan-catatan dan
bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal
yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.[35]
Analisis data yang dipakai
dalam penelitian ini adalah analisis data interaktif (interactive model)
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: (1)
reduksi data (data reduction), (2) penyajian data (data display), dan (3) penarikan kesimpulan/verivikasi (conclution drawing/verification).[36]
Ketiga alur tersebut dapat
dilihat dalam uraian sebagai berikut:
a.
Reduksi
data
Menurut Miles dan Huberman,
reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat
dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan.[37]
Dalam mereduksi data, semua data lapangan ditulis sekaligus dianalisis,
direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema da polanya, sehingga disusun secara sistematis dan lebih
mudah dikendalikan.
b.
Penyajian
data
Di dalam penelitian ini,
data yang didapat berupa kalimat, kata-kata yang berhubungan dengan fokus
penelitian, sehingga sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun
secara sistematis yang memberikan kemungkinan untuk ditarik kesimpulan. Dengan
kata lain, proses penyajian data ini merupakan proses penyusunan informasi
secara sistematis dalam rangka memperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai temuan
penelitian.
c.
Penarikan
kesimpulan
Pada saat kegiatan analisis
data yang berlangsung secara terus menerus selesai dikerjakan, baik yang
berlangsung di lapangan, maupun setelah selesai di lapangan, langkah
selanjutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan. Untuk mengarah pada hasil
kesimpulan ini tentunya berdasarkan dari hasil analisis data, baik yang berasal
dari catatan lapangan, observasi, dokumentasi dan lain-lain yang didapatkan
pada saat melaksanakan kegiatan di lapangan.[38]
Mengacu pada pendapat Miles
dan Huberman, bahwa penelitian ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sehingga datanya sampai pada titik jenuh. Proses
penelitian ini berbentuk siklus meliputi pengumpulan data, display data, reduksi
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Berikut adalah “model
interaktif” yang digambarkan oleh Miles dan Huberman:
Gambar 1.1: Analisis Data
Model Interaktif[39]
Analisis data model
interaktif yang peneliti gunakan sebenarnya merupakan analisis induktif. Analisis
induktif adalah cara berpikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus
kemudian fakta-fakta tersebut diambil kesimpulan secara umum.[40]
Peneliti menggunakan analisis ini untuk menarik kesimpulan umum dari data khusus
yang ada di lapangan.
7.
Pengecekan
Keabsahan Temuan
Untuk mengecek atau
memeriksa keabsahan data mengenai pembelajaran membaca al-Qur’an dalam
meningkatkan mutu di Taman Pendidikan Al-qur’an
di TPQ an-Nahd}iyah MIA (Ma’hadul
‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam
berdasarkan data yang terkumpul,
selanjutnya ditempuh beberapa teknik keabsahan data, meliputi: kredibilitas, trasferabilitas,
dependabilitas dan konfirmabilitas.[41]
Keabsahan dan kesahihan data mutlak diperlukan dalam studi kualitatif. Oleh
karena itu dilakukan pengecekan keabsahan data. Adapun perincian dari teknik di
atas adalah sebagai berikut:
a.
Keterpercayaan (Credibility)
Kriteria ini dipergunakan untuk membuktikan, bahwa data seputar pembelajaran membaca al-Qur’an dalam meningkatkan mutu Taman Pendidikan al-
Qur’an di TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam yang diperoleh dari beberapa sumber di
lapangan benar-benar mengandung nilai kebenaran (truth value).
Dengan merujuk pada pendapat Lincoln dan Guba,[42]
maka untuk mencari taraf keterpercayaan penelitian ini akan ditempuh upaya
sebagai berikut:
1)
Trianggulasi
Trianggulasi
ini merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data
dalam penelitian kualitatif. Dalam pandangan Moleong, trianggulasi adalah
“teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding keabsahan data”.[43]
Dengan cara ini peneliti dapat menarik kesimpulan yang mantap tidak hanya dari
satu cara pandang sehingga dapat diterima kebenarannya.
Penerapannya,
peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara serta
data dari dokumentasi yang berkaitan. Dengan demikian apa yang diperoleh dari
sumber yang dapat teruji kebenarannya bilamana dibandingkan data yang sejenis
yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda. Sumber tersebut antara lain: anak
didik, dengan orang tua, anak didi dengan pendidik, atau orang tua dengan
kerabat dekat. Trianggulasi berfungsi untuk mencari data, agar data yang
dianalisis tersebut shahih dan dapat ditarik kesimpulan dengan benar.
2)
Pembahasan
Sejawat
Pemeriksaan
sejawat menurut Moleong adalah teknik yang dilakukan dengan cara mengekspos
hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik
dengan rekan-rekan sejawat.[44]
Dari informasi yang berhasil digali, diharapkan dapat terjadi perbedaan
pendapat yang akhirnya lebih memantapkan hasil penelitian. Jadi pengecekan
keabsahan temuan dengan menggunakan metode ini adalah dengan mencocokkan data
dengan sesama peneliti.
3)
Memperpanjang
Keikutsertaan
Seperti
yang telah dikemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan
instrumen kunci, maka keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Agar data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan pengamatan
dan wawancara tentunya tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian.
b.
Keteralihan
(Transferability)
Standar
transferability ini merupakan pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh
peneliti kualitatif sendiri, melainkan dijawab dan dinilai oleh pembaca laporan
penelitian. Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferability yang
tinggi bilamana para pembaca laporan penelitian ini memperoleh gambaran dan
pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian. Dalam prakteknya
peneliti meminta kepada beberapa rekan akademisi dan praktisi pendidikan untuk
membaca draft laporan penelitian untuk mengecek pemahaman mereka mengenai arah
hasil penelitian ini.
Teknik ini
digunakan untuk membuktikan bahwa hasil penelitian mengenai menajemen
personalia dalam meningkatkan mutu sekolah dapat ditransformasikan/dialihkan ke
latar dan subyek lain. Pada dasarnya penerapan keteralihan merupakan suatu upaya berupa uraian rinci, penggambaran
konteks tempat penelitian, hasil yang ditemukan sehingga dapat dipahami oleh
orang lain.
c.
Kebergantungan
(Dependability)
Teknik ini dimaksudkan untuk membuktikan hasil
penelitian ini mencerminkan kemantapan dan konsistensi dalam keseluruhan proses
penelitian, baik dalam kegiatan pengumpulan data, interpretasi temuan maupun
dalam melaporkan hasil penelitian. Salah satu upaya untuk menilai dependabilitas adalah melakukan audit dependabilitas itu sendiri. Ini
dapat dilakukan oleh auditor, dengan melakukan review terhadap seluruh hasil
penelitian. Dalam teknik ini peneliti meminta beberapa ekspert untuk
mereview atau mengkritisi hasil penelitian ini. Mereka adalah pembimbing dan
dosen-dosen yang lain.
d.
Kepastian
(Confirmability)
Standar
konfirmabilitas lebih terfokus pada audit kualitas dan kepastian hasil
penelitian. Audit ini dilakukan bersamaan dengan audit dependabilitas. Teknik
ini digunakan untuk mengadakan
pengecekan kebenaran data mengenai peran
kesungguhan belajar, motivasi pendidik serta dukungan spiritual orang tua dalam
meningkatkan prestasi belajar anak didik dan berbagai aspek yang
melingkupinya untuk memastikan tingkat validitas hasil penelitian. Kepastian
mengenai tingkat obyektivitas hasil penelitian sangat tergantung pada
persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan
penelitian. Dalam penelitian ini dibuktikan melalui pembenaran Kepala TPQ an-Nahd}iyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam
melalui surat izin penelitian yang diberikan dari STAIN kepada TPQ
An-Nahdliyah MIA ( Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam serta
bukti fisik berupa dokumentasi hasil penelitian.
8.
Tahap-tahap
Penelitian
Dalam penelitian ini,
peneliti melalui tahapan-tahapan sebagaimana yang ditulis oleh Moleong, yaitu
"tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis
data",[45]
hingga sampai pada laporan hasil penelitian.
a.
Tahap
Pra-lapangan
Pada tahap pra-lapangan
ini, peneliti mulai dari mengajukan judul kepada ketua program studi Pendidikan
Islam, kemudian peneliti membuat proposal penelitian yang judulnya sudah
disetujui. Peneliti mempersiapkan surat-surat dan kebutuhan lainnya sebelum
memasuki lokasi penelitian dan juga peneliti selalu memantau perkembangan yang
terjadi di lokasi penelitian.
b.
Tahap
Pekerjaan Lapangan
Setelah mendapat ijin dari
masing-masing kepala TPQ an-Nahd}iyah MIA (
Ma’hadul ‘ilmi wal ‘amal ) dan kepala TPQ an-Nahd}iyah Nurul Islam , peneliti kemudian mempersiapkan diri untuk
memasuki TPQ tersebut demi mendapatkan
informasi sebanyak-banyaknya dalam pengumpulan data. Peneliti terlebih dahulu
menjalin keakraban dengan responden dalam berbagai aktivitas, agar peneliti
diterima dengan baik dan lebih leluasa dalam memperoleh data yang diharapkan.
c.
Tahap
Analisis Data
Setelah peneliti
mendapatkan data yang cukup dari lapangan, peneliti melakukan analisis terhadap
data yang telah diperoleh dengan teknik analisis yang telah peneliti uraikan di
atas, kemudian menelaahnya, membagi dan menemukan makna dari apa yang telah
diteliti. Untuk selanjutnya, hasil penelitian dilaporkan dan disusun secara
sistematis.
H.
Sistematika Pembahasan
Sebagai laporan penelitihan, teisis ini akan disusun dengan
tata urutan yang telah ditentukan dalam pedoman penulisan tesis yang telah
ditertibkan oleh Program Pascasarjana STAIN Tulungagung, yaitu tersusun atas
bab dan bebarapa sub bab.
Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab I Berupa
pendahuluan. Bab
ini terdiri atas latar belakang masalah yang
memaparka masalah tentang pembelajaran membaca al-Qur’an. Kemudian dari latar
belakang masalah tersebut, diidentifikasi tentang fokus masalah
yang bertujuan untuk menetukan fokus penelitihan, agar penelitihan tersebut
lebih terarah. Bagian berikutnya dipaparkan mengenahi tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah baik secara konseptual maupun
operasional, penelitihan terdahulu, serta metode yang akan digunakan dalam
penulisan tesis ini.
Bab II Kajian Pustaka,
dalam kajian pustaka ini membahas tentang kajian pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode an-Nahd}iyah yang meliputi: definisi pembelajaran , definisi
Al-Qur’an, proses perencanaan pembelajaran al-Qur’an, proses
pembelajaran membaca al-Qur’an dan proses evaluasi pembelajaran membaca
al-Qur’an.
Bab III Metode Penelitian,
yang terdiri dari: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian,
kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data, pengecekan keabsahan temuan, tahap-tahap penelitian.
Bab IV Hasil dan
Pembahasan, yang berisi hasil dari penelitian serta diskusi dengan teori dan
implikasinya.
Bab V Penutup. Bab
ini terdiri atas kesimpulan yang diambil dari uraian pada bab-bab sebelumnya,
serta saran yang berisikan tentang implikasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan pembelajaran membaca al-Qur’an.
DAFTAR RUJUKAN SEMENTARA
Amin, Gabriel Silalahi, Metodologi Penelitian Studi Kasus,. (Sidoarjo: Citramedia, 2003).
Bogdan, Robert C. dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and
Methods. (Boston: Aliyn and Bacon, Inc., 1998).
Departemen Agama, al Qur’an dan Terjemahnya.
(Jakarta: Proyek pengadaan Kitab Suci al Qur’an Depag RI , 1979 / 1980)
El-Mazni, Ainur Rofiq,
Pengantar Studi Ilmu al Qur’an. (Jakarta: Pustaka
al Kautsar, 2006).
Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan
Aplikasi. (Malang:
YA3, 1990).
Faisol , Gus Dur & Pendidikan Islam. (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011).
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research. (Yogyakarta: Andi Offset, 1989).
Huberman, A. Mikel & Miles M.B, Qualitative Data Analisis. (Beverly Hills: SAGE Publication, Inc, 1992).
Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar
Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula. (Jakarta: STAIN, 1999).
Jack, C. Richards, Longman
Dictionary of Language Teaching and Appied Linguistics. (Malaysia: Longman Group, 1999).
K. Yin, Robert, Studi Kasus
Desain dan Metode, terj. M. Djauzi Mudzakir. (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
1996).
Lincoln, Y.S., & Guba E. G, Naturalistic Inquiry. (Beverly Hill: SAGE Publication. Inc, 1985).
Mantja, W., Etnografi Desain Penelitian Kualitatif dan Manajemen
Pendidikan. (Malang: Winaka Media, 2003).
Moleong, Lexy J., Metodologi
Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999).
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian: Paradigma Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed. (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 2007).
PP Majlis Pembina TPQ An-Nahdliyah , Pedoman pengelolaan Taman Pendidikan Al-Qur’an Matode Cepat Tanggap
Belajar Al-Qur’an An-Nahdliyah. (Tulungagung: LP Ma’arif, 2008).
Riyanto, M. Yatim, Paradigma
Baru Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010).
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar
Umum Psikologi. (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984).
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan
Prakteknya. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005)
Suryasubrata, Sumadi, Metodologi
Penelitian. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1998).
Sutopo, H.P., Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan
Praktis). (Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, t.t.).
Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam : Berbasis Integrasi dan Kompetensi. (Jakarta :
Raja Geafindo Persada, 2005).
Wiriaatmaja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007).
TIME SCHEDULE PENULISAN TESIS
“PEMBELAJARAN MEMBACA AL QUR’AN DENGAN METODE AN–NAHD}IYAH DI LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU
CABANG TULUNGAGUNG”
No
|
Kegiatan
|
Bulan
|
||||||
Pebruari
2012
|
Maret
2012
|
April
2012
|
Mei
2012
|
Juni
2012
|
Juli
2012
|
Agustus
2012
|
||
1.
|
Pengajuan Judul Tesis
|
X
|
||||||
2.
|
Persetujuan Judul Tesi
|
X
|
||||||
3.
|
Bimbingan Proposal tesis
|
X
|
||||||
4.
|
Revisi dan penandatanganan proposal
|
X
|
||||||
5.
|
Pendaftaran Ujian proposal
|
X
|
X
|
|||||
6.
|
Ujian Proposal
|
X
|
||||||
7.
|
Revisi/Penyerahan Proposal Tesis ke PPs
|
X
|
||||||
8.
|
Pembahasan Bab I
|
X
|
||||||
9.
|
Pembahasan
Bab II
|
X
|
||||||
10.
|
Pembahasan
Bab III
|
X
|
||||||
11.
|
Pembahasan
Bab IV
|
X
|
||||||
12.
|
Pembahasan
Bab V
|
X
|
||||||
13.
|
Bimbingan Tesis
|
X
|
X
|
X
|
||||
14.
|
Pendaftaran Ujian Tesis
|
X
|
||||||
15.
|
Ujian Tesis
|
X
|
||||||
16.
|
Revisi Tesis
|
X
|
X
|
|||||
17
|
Penyerahan Ex Summary
|
X
|
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
DASAR –
DASAR PEMBELAJARAN AL QUR’AN
Pendidikan di Indonesia dalam lintas sejarah pernah
digiring ke dalam pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum.
Pendidikan agama diwakili oleh lembaga pesantren yang bersifat pribumi,
sedangkan pendidikan umum diwakili oleh lembaga pendidikan yang didirikan
oleh penjajah. Pemisahan ini berkaitan dengan usaha untuk meredam daya kritis
umat Islam dengan menjauhkan mereka dari modernisasi pendidikan. Umat
Islam dibiarkan mengembangkan pendidikan yang berorientasi ukhrowi semata dan
meninggalkan pendidikan yang berorientasi membangun peradaban yang maju.
Pendobrak hegemoni penjajah ini adalah sebagaian ulama
Indonesia yang kritis seperti K.H. Ahmad Dahlan, dan Syeikh Ahmad Syurkati.
Mereka mencoba menggabungkan antara pendidikan agama dengan pendidikan
modern dengan tujuan mengeluarkan umat Islam dari belenggu kebodohan
akibat sistem yang dibangun oleh penjajah. Ada dua faktor yang
mendorong usaha pengintegrasian antara pendidikan agama dengan pendidikan
modern, yakni :
a. Faktor internal. Faktor pendorong yang berasal dari
dalam diri ulama yang bersifat kritis terhadap permasalahan. Mereka melihat ada
kejumudan dalam diri umat Islam yang ditunjukkan dalam praktek pendidikan yang
berorientasi akhirat semata. Sedangkan dalam diri mereka tertanam idiologi kuat
bahwa syariat Islam yang rahmatan lil’alamin merupakan syari’at yang sempurna
dan menyeluruh. Islam tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan kehidupan
akhirat.
b. Faktor eksternal. Adanya usaha dari penjajah untuk
melanggengkan kebodohan dan kemiskinan bangsa terutama umat islam agar tidak
mampu memberikan perlawanan. Usaha ini diantaranya dengan mendirikan sekolah
modern yang hanya diperuntukkan untuk kaum bangsawan dan borjuis semata.
Sedangkan rakyat biasa tidak diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan
modern.
K.H. Ahmad Dahlan dengan daya kritisnya telah berhasil
merintis lembaga pendidikan yang mengintegrasikan antara pendidikan modern dan
pendidikan agama yang seimbang. Hasilnya ribuan sekolah sekarang tersebar di
nusantara. Syeikh Ahmad Syurkati juga mencoba untuk merintis pendidikan terpadu
yang tidak mementingkan salah satu dari ilmu ukhrowi dan ilmu duniawi.
Sebagai suatu komponen
proses pembelajaran, tujuan pembelajaran menduduki posisi penting diantara
komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh
kegiatan pembelajaran dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk
pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak
relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan
salah, sehingga harus dicegah terjadinya.
Sehubungan dengan fungsi
tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi mereka yang terlibat
langsung dalam proses pembelajaran Alquran (pendidik-peserta didik) untuk
memahaminya. Kekurang pahaman terhadap tujuan pembelajaran dapat mengakibatkan
kesalahpahaman di dalam melaksanakan proses pembelajaran. Gejala demikian oleh
Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 : 2000).
Proses pembelajaran
melibatkan banyak hal, yaitu :
1) Subjek yang
dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus
sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena
peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang
ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi,
ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
2) Orang yang
membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami
pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan
masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara
peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan.
Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
4) tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu
mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan
hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai
nilai hidup yang baik.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan).
Materi yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian
tujuan.
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu
mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan
efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan
ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan
pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.[46]
B.
METHODE
PEMBELAJARAN AL QUR’AN
Menurut Dr. A’isyah
Abdurrohman seorang guru Besar sastra dan Bahasa arab Universitas “Ayn Syams ,
Kairo-Mesir dalam buku Tafsir Bintusy – Syathi mengemukakan tentang methode
pembelajaran al Qur’an seperti yang ditulis oleh Al-Khuli dalam bukunya ,
Manahij Tajdid ( Kairo: Dar Al ma’arif. 1961) le dalam empat butir :
1.
Basis
metodenya adalah memperlakukan apa yang dipahami dari Al Qur’an secara
objektif, dan hal ini dimulai dengan pengumpulan semua surah dan ayat mengenahi
topic yang inhin dipelajari.
2.
Untuk
memahami gagasan tertentu yang terkandung didalam Al Qur’an , menurut konteknya
, ayat – ayat disekitar pewahyuannya , hingga keterangan – keterangan mengenahi
wahyu dan tempat dapat diketahuyi.
3.
Karena
bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al Qur’an , maka untuk memahami
arti kata-kata yang termuat dalam kitab suci itu harus dicari linguistic
aslinya yang memiliki rasa kearaban kata tersebut dalam berbagai penggunaan
material dan figuratifnya. Dengan demikian , maka al Qur’an diusut melalui
pengumpulan seluruh bentuk kata di daam al Qur’an dan mempelajari konteks
spesifik kata itu dalam ayat – ayat dan surat – surah tertentu decara konteks
umumnya dalam Al Qur’an.
4.
Untuk
memahami pernyataan yang sulit, naskah yang ada dalam susunan Al Qur’an itu
dipelajari untuk mengetahui kemungkinan maksudnya. Baik bentuk lahir maupun
semangat teks itu harus dipwerhatikan . Apa yang telah dikatakan oleh para
mufasir . Dengan demikian diuji kaitannya dengan naskah yang sedang dipelajari
, dan hanya sejalan dengan naskah yang diterima. Penggunaan tata- bahasa dan
retorika dalam Al Qur’an harus dipandang sebagai criteria kaidah – kaidah para
ahli tata-bahasa dan retorika harus dinalia , bukan sebaliknya sebab kebanyakan
para ahli , bahsa arab merupakan hasil capaian dan bukan bersifat alamiah. [47]
1.
Macam-macam
Metode Pembelajaran Al-Qur'an
Dalam proses
pembelajaran, Al Qur’an metode mempunyai
peranan sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Diantara
metode – metode pembelajaran al qur’an adalah sebagai berikut :
a.
Metode Iqro’
Metode iqro’ adalah
suatu metode membaca Al-Qur'an yang menekankanlangsung pada latihan
membaca. Adapun buku panduan iqro’ terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat
yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.Metode
Iqro’ ini disusun oleh Ustadz As’ad Human yang berdomisili diYogyakarta. Kitab
Iqro’ dari ke-enam jilid tersebut di tambah satu jilid lagi yang berisi tentang doa-doa. Dalam setiap jilid
terdapat petunjuk pembelajarannya dengan maksud memudahkan setiap orang yang
belajar maupun yang mengajar Al-Qur'an.Metode
iqro’ ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf
Al-Qur'an dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja. Artinya tidak
diperkenalkan nama-nama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA)
dan lebih bersifatindividual.
Adapun kelemahan dan kelebihan metode Iqro’ adalah:
1.
Kelebihan
metode Iqro’ antara lain :
a.
Menggunakan
metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif melainkan santriyang dituntut aktif.
b.
Dalam
penerapannya menggunakan klasikal (membaca secara bersama) privat, maupun
cara eksistensi (santri yang lebih tinggi jilid-nya dapat menyimak bacaan
temannya yang berjilid rendah).
c.
Komunikatif
artinya jika santri mampu membaca dengan baik dan benar guru dapat
memberikan sanjungan, perhatian dan peng-hargaan.
d.
Bila ada
santri yang sama tingkat pelajaran-nya, boleh dengan system tadarrus, secara
bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya menyimak.
e.
Bukunya
mudah di dapat di toko-toko.
2.
Kekurangan metode Iqro’ antara lain :
a.
Bacaan-bacaan
tajwid tak dikenalkan sejak dini.
b.
Tak ada
media belajar
c.
Tak
dianjurkan menggunakan irama murottal
b. Metode
Al-Baghdad
Metode al
Baghdady adalah metode tersusun ( tarkibiyah ) . maksudnya suatu metode yang
tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah prosesulang atau lebih dikenal
dengan sebutan metode alif , ba’ , ta,.
Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan
metode yang pertama berkembang di Indonesia.
Cara pembelajaran dengan metode al Baghsadi ini adalah :
a.
Hafalan .
jadi para siswa siswi / para santri diharuskan untuk menghafal terhadap materi
yang sudah di pelajarai pada setiap kali pertemuan . setelah pertemuan
berikutnya para siswa untuk menyetorkan hafalan nya didepan kelas dan disimak
oleh seorang guru.
b.
Dengan
meng – eja ( artinya ) setiap kali
pertemuan seorang guru menulis dipapan tulis terhadap materi , lalu
membacakannya dengan mengijrah , siswa siswi menirukan sehingga terjalin
komunikasi antara guru dan murid .
c.
Modul . Para siswa diberi modul untuk dipelajari
dan dibaca atau bahkan menulis terhadap materi yang sudah dipelajari .
d.
Tidak
Variatif , pemberian contoh .
Berkenaan dengan metode al
Baghdady ini terdapat kelebihan dan kekurangan dalam proses belajar huruf Al
Qur’an .
Adapun keklebihannya antara
lain :
1.
Santri
akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi , santri sudah hafal –
huruf hijaiyah.
2.
Santri
yang lancer akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak
menunggu orang lain.
Sedangkan kekurangan metode
Al Baghdady adalah :
1.
Membutuhkan
waktu yang lama karena harus menghafal huruf hijaiyah dan harus dieja.
2.
Santri
kurang aktif karena harus mengikuti ustadz – ustadznya dalam membaca.
3.
Kurang
Variatif karena menggunakan satu jilid saja.
c. Metode An –
Nahdliyah
Metode An –
Nahdliyah adalah salah satu metode membaca Al-Qur’an yang muncul di
Kabupaten Tulungagung , Propinsi Jawa Timur.
Metode ini disusun oleh sebuah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Cabang
Tulungagung. Dipimpin oleh seorang K.H.
Munawir Cholid ( Alm ) sebaga ketua dan
dibantu oleh Drs. Chamim Thoha , H. Abdul Manaf , H. effendi Aris , drs. Khanan
Muhtar , Drs. Ma’sum farid ( Alm ) Syamsu Dhuha , Masruhan , Sumardi Thohor,
dan KH. ‘Asyim Mu’alim ( Alm ).
Metode
An-Nahdliyah ini merupakan pengembangan dari metode Baghdady, maka materi
pembelajaran al qur’an tidak jauh berbeda dengan metode Qiroati dan Iqro’. Dan
perlu diketahui bahwa pembelajaran metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian
dan keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran al
qur’an pada metode ini lebih menekankan pada kode “ Ketukan “ . Dalam
pelaksanaan metode ini mempunyai dua program yang harus diselesaikan oleh para
santri yaitu :
1.
Program
buku paket
Program
buku paket ( PBP ) , program awal yang dipandu dengan buku
paket
Cepat Tanggap Belajar Al-Qur'an An
Nahdilyah sebanyak
enam jilid yang
dapat ditempuh kurang lebih enam
bulan.
2.
Program
Sorogan Al-Qur'an ( PSQ , yaitu program lanjutan sebagai aplikasi
praktis untuk menghantar santri mampu
membaca Al-Qur’an sampai khatam
30 juz. Pada program ini santri
dibekali dengan sistem bacaan ghoroibul
Qur’an tartil tahqiq dan taghonni . Untuk menyelesaikan
program ini diperlukan waktu kurang
lebih 20 bulan.
Dalam metode ini buku paketnya tidak
dijual bebas bagi yang ingin menggunakannya atau inginmenjadi guru harus sudah mengikuti
mengikuti penataran calon guru methode an – Nahdliyah
Adapun ciri khusus metode
ini adalah :
a.
Materi
pelajaran disusun secara berjenjang dalam buku paket 6 Jilid.
b.
Pengenalan
huruf sekaligus diawali dengan latihan dan pemantaban makhorijul huruf dan
sifatul huruf.
c.
Penerapan
qoidah tajwid dilaksanakan secara praktis dan dipandu dengan titian
murotal,
d.
Santri
lebih dituntut memiliki pengertian yang dipandu dengan asas CBSA melalui
pendekatan ketrampilan proses.
e.
Kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal untuk tutoria
dengan materi yang sama agar
terjadi proses musafahah.
f.
Evaluasi
dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan
g.
Metode Ini
merupakan pengembangan dari Qoidah Baghdadiyah
d.
Metode
Jibril
Secara Terminologi ( istilah ) Metode Jibril yang
digunakan sebagai nama dari pembelajaran Al Qur’an yang diterapkan di PIQ
Singosari Malang jawa Timur. Adalah dilatarbelakangi firman Alloh Swt kepada
nabi Muhamad SAW untuk mengikuti bacaan Al Qur’an yang telah diwahyukan melalui
Malaikat Jibril .
Menurtut KH.M. Bashori Alwi ( dalam Taufiqur-rohman )
sebagai pencetus metode Jibril , bahwa teknik dasar metode Jibril bermula
dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqof, lalu ditirukan oleh
seluruh orang – orang yang mengaji. Sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru
dengan pas .
Adapun metode jibril ini terdapat 2 tahab yaitu :
1.
Tahqiq
Yang dimaksud sistem bacaan tahqiq adalah membaca
Al-Qur'an dengan menjaga agar supaya bacaannya sampai kepada hakekat bacaan.
Sehingga makharijul huruf, shifatul huruf dan ahkamul huruf benar-benar tampak
dengan jelas. Gunanya bacaan tahqiq ini untuk menegakkan bacaan Al-Qur'an
sampai sebenarnya tartil. Dengan demikian setiap bacaan tahqiq mesti tartil.
2.
Tartil
Yang dimaksud
sistem bacaan tartil adalah membaca Al-Qur'an dengan pelan dan jelas sekira mampu diikuti oleh orang
yang menulis bersamaan dengan yang membaca.
e.
Metode
Qiro’ati
Metode
Qiro’ati disusun oleh Ustdz Dahlan Salaim Zarkazy pada tanggal 1 Juli 1986.
Adapu
penyusun buku Qiro’ati adalah HM. Nur Shodiq Ahrom ( Ngembul kalipare ) dalam
buku “ Sistem Qo’idah Qiro’ati “ .Metode ini membaca al qur’an yang langsung
mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan Qoidah ilmu Tajwid sistem pendidikan
dan pengajaran . Metode Qiroati ini melalui sistem pendidikan berpusat pada
murid dan kenaikan kelas / jilid tidak ditentukan oleh bulan / tahun dan tidak
secara klasikal , tapi secara indifidual ( perseorangan ) . Santri / anak dapat
naik kelas / jilid berikutnya dengan syarat :
1.
Sudah
mengusahi materi / paket 0elajaran yang diberikan di kelas.
2.
Lulus tes
yang telah diujikan oleh sekolah / TPA
Prinsip – prinsip dasar metode Qiro’ati :
Prinsip-prinsip yang dipegang oleh guru / ustdadz dalam
pembelajaran metode Qiro’ati adalah :
a.
Tiwagas (
Teliti , wasdapada dan Tegas )
b.
Daktun (
tidak boleh menuntun )
f.
Metode
Tartila
C.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN METHODE CEPAT TANGGAP AL QUR’AN
AN- NAHDLIYAH
D.
PERKEMBANGAN
METHODE CEPAT TANGGAP AL QUR’AN AN- NAHDLIYAH.
BAB I
PENDAHULUAN
[4]M. Quraish
Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. (Bandung: Mizan, 1992), 27, 40.
[5]Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. (Bandung: Angkasa, 1990), 3.
[6]Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Depag RI , 1979/1980), 437.
[9]Syaiful
Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. (Bandung: Alfabeta, 2007), 61.
[13]PP Majelis
Pembina TPQ An-Nahdliyah, Pedoman Pengelolaan
Taman Pendidikan Al-Qur’an Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur’an An-Nahdliyah.
(Tulungagung: LP Ma’arif, 2008).
[14]Noeng
Muhadjir, Metodologi Keilmuan: Paradigma
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007),
136-195.
[15]Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan
Prakteknya. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 157.
[16]Prasetya
Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian:
Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan
Peneliti Pemula. (Jakarta: STAIN, 1999), 59.
[17]Sanapiah
Faisal, Penelitian Kualitatif:
Dasar-Dasar dan Aplikasi. (Malang: YA3, 1990), 22.
[18]Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 24.
[20]Sumadi
Suryasubrata, Metodologi Penelitian. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998), 22.
[22]Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. (Boston: Aliyn and Bacon, Inc., 1998),
62.
[23]Gabriel Amin Silalahi, Metodologi Penelitian Studi Kasus. (Sidoarjo:
Citramedia, 2003), 62.
[24] Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, terj. M. Djauzi Mudzakir.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 18.
[25]Rochiati
Wiriaatmaja, Metode Penelitian Tindakan
Kelas. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 96.
[26]Jack. C. Richards, Longman Dictionary of Language Teaching and Appied Linguistics. (Malaysia: Longman Group, 1999), 96.
[27]W. Mantja, Etnografi Desain Penelitian Kualitatif dan
Manajemen Pendidikan. (Malang: Winaka Media, 2003), 7.
[28]H.B. Sutopo,
Metodologi Penelitian Kualitatif:
Tinjauan Teoritis dan Praktis. (Malang: Lembaga Penelitian Universitas
Islam Malang, t.t.), 111.
[30]W. Mantja, Etnografi Desain…., 7.
[31]Sutrisno
Hadi, Metodologi Research.
(Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 91.
[34]Moleong, Metodologi Penelitian...., 280.
[35]Bogdan dan Biklen, Qualitative
Research …, 145.
[36]Huberman A. Mikel & Miles M.B, Qualitative
Data Analisis. (Beverly Hills: SAGE Publication, Inc, 1992), 16-21.
[40]Sutrisno Hadi, Metodologi…, 42.
[41]Y. S. Lincoln, & Guba E. G, Naturalistic
Inquiry. (Beverly Hill: SAGE Publication. Inc, 1985), 301.
[43]Moleong, Metodologi Penelitian ..., 330.
[46] http://sutris.blogspot.com/2011/06/proses-pembelajaran-alquran.html diakses hari selasa
tanggal 14 Pebruari 2012.
[47] Dr. “Aisyah “Abdurrohman Bintusy-Syathi
. Al Tafsir Al bayani Lil Qur’an al karim , terbitan Dar al Ma’arif, Cet. VII, Kairo , 1990. Penerjemah: Drs.
Mudzakir Abdussalam,M.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar